Pucuk Dicinta, Air Matapun Menetes Jua

Sabtu, 18 Oktober 2014


              Seorang laki – laki tampak bersandar pada sebuah pohon , pikirannya menerawang jauh ke atas disertai pandangan yang mengadah melihat awan yang bergerak beriringan dengan hembusan angin semilir yang nampak serasi. Tak terasa air matanya menetes membasahi pipinya. Hingga terlalu sedih hatinya sampai tak menyadari bahwa ada seorang yang cantik jelita berdiri mematung dibelakangnya.
              
              Kembali ke seminggu yang lalu ketika seorang lelaki bernama Fian sedang termangu – mangu memandang sebuah foto wanita sambil bergumam “Ooh, Nadia andaikan kau jadi kekasihku, betapa gembiranya hati ini. Parasmu yang cantik, membuatku terpana ketika pertama melihatmu, tetapi hatimu sudah ada yang memiliki.” saking lamanya bergumam, Fian tak sadar hingga terdengar teriakan kera,
“Fiiiaan!! Bantu ibu nak !.”  Tanpa menunggu lama, Fian yang sejatinya lagi bimbang segera melangkah menembus pintu belakang rumahnya . Keesokan harinya Fian masuk sekolah, disana ia curhat kepada sahabatnya Adhiem bahwa sebenarnya ia mencintai Nadia namun tak berani mengungkapkannya. Adhiem  yang sejatinya sangat loyal kepada semua temannya kemudian berkata dengan suara sedikit pongah namun tegas “Jika kamu sungguh mencintai Nadia, buktikanlah, temui dia lalu nyatakan perasaanmu dan jangan buatlah dia senyaman mungkin bersamamu.

” Fian tersenyum, tetapi berselang berubah menjadi sedikit tegang

“Aku tak berani , Dhiem ”. Adhiem pun mengernyitkan alisnya, kemudian sambil berpaling dia berkata “Cobalah saja dulu, setelah berhasil kamu pasti akan bahagia.”,

 “Tapi kalau gagal ?” sahut Fian sembari menyobek secarik kertas, sedangkan Adhiem hanya diam membisu.
               
                Seharian Fian merenungi perkataan Adhiem tadi, antara menuruti perkataannya atau tidak. Sebenarnya pikiran Fian selalu condong melakukan apa yang dikatakan Adhiem, tetapi setiap kali itu juga muncul ingatan untuk tidak menuruti perkataan Fian. Akhirnya setelah berfikir keras. Fian memilih untuk menuruti perkataan Adhiem mengingat ia sangat mencintai Nadia, keesokan harinya dengan semangat,Fian berjalan tegtap menyusuri lorong sekolah, sampai akhirnya ia berada di depan kelas Nadia. Namuun apa yang terjadi ? Fian tak acuh dengan kelas Nadia dan berjalan lurus meninggalkan kelas tersebut. Ooo.. ternyata tempat yang dituju Fian adalah perpustakaan, disana ia mencari buku. Buku Puisi Pilihan judulnya, Fian berasumsi bahwa dengan seonggok puisi ia bisa menaklukkan hati wanita pujaannya.
               
                Embun menyejukkan hati, semerbak wangi bunga menyambut Fian pada Sabtu pagi itu. Berbekal sepucuk bunga dan sebuah puisi, Fian bertekad menemui Nadia di koridor sekolah. Semuanya telah direncanakan Fian masak – masak, mulai dari berbasa – basi, penyerahan puisi kemudian pernyataan cinta. Namun Fian tak menyangka kalau ada perubahan rencana mendadak, di dekat taman sekolah Nadia terlihat berdiri kemudian menegurnya,” Kamu Fian kan ??, salam kenal  dong” kata Nadia sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman. Seketika itu juga Fian terpaku, dipikirannya hanya ada kejadian ini berkah atau insiden?, Tak sengaja tangan Fian menyambut datangnya uluran tangan dari Nadia.
      
               “I..iya aku Fian” Darah Fian mengalir kencang, jantungnya berdegup keras, pikiran Fian kacau saat memegang tangan Nadia. Tak lama Nadia pun berpaling meninggalkan Fian, pikiran Fian yang sedang kacau merespon agar memanggil Nadia dan mengungkapkan tujuan Fian sekarang juga, tetapi pikiran tersebut tertahan di pangkal lidah sampai akhirnya Fian memberanikan diri berucap “E..eeh tunggu”.

                “Apa?” terdengar suara yang renyah dari mulut Nadia,

“E..emm..emm” kata Fian dengan bimbang.

“Emm apa?” sahut Nadia dengan nada melembut setelah melihat muka Fian yang tegang.

“Ada sesuatu niih untuk kamu” ujar Fian dengan mengulurkan seikat bunga,

“Bunga?? Apa maksudnya ini..?” Belum sempat Nada melanjutkan pertanyaannya, Fian menyahut

“Aku sudah lama naksir kamu, kini aku nyatakan bahwa hatiku siap menampung kamu”. Nadia hanya terbengong mendengar perkataan Fian, kemudian berucap,

“Kamu sekarang sepertinya belum pas deh jadi pendampingku”. Setelah berucap seperti itu lantas Nadia berlalu meninggalkan Fian yang menunduk termangu – mangu.
               
                Sambil berjalan Fian meratapi kejadian tadi, hatinya remuk redam seperti dihantam godam, pikirannya menggalau, pandangan matanya yang semula mensiratkan kesemangatan kini terlihat kosong, dalam hatinya Fian berkata “ Tahukah kamu Nadia? Sejujurnya hatiku terasa sesak, penuh rasa yang tak bisa kuungkapkan ini. Aku tak tahan lagi memendam semua perasaan ini. Aku selalu gelisah, tak enak makan tak enak tidur. Semua ini seakan – akan merobek  - robek dadaku. Hidupku sekarang ini terasa penuh siksa dan derita .” gerutu Fian dalam hati. Antara rasa bersalah, menyesal, marah, kecewa semuanya berpadu menjadi satu menjadikan terciptanya sebuah perasaan yang aneh, perasaan yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan kata – kata, perasaan setelah ditolak cintanya. Pupus sudah harapan Fian memiliki hati Nadia, yang terjadi malah hati Fian sendiri yang terkena imbasnya, imbas ditolak cinta.
               
               Jam menunjuk angka 4 ketika Fian masih belum bisa move on dari kemelut yang menghinggapi hatinya. Udara di kamar itu terasa panas, padahal hujan telah mengguyur kampung Fian sejak 3 jam yang lalu. Dalam kegusarannya, Fian berjalan keluar rumah, berteduh dari gerimis kecil di dekat pohon jambu air yang menjadi tempat masa kanak - kanaknya bermain. Terasa semilir sejuk angin menerpa tubuh Fian, kemudian seirama dengan rintik hujan, Fian meneteskan air mata. Sementara itu arah jam 6 Fian terlihatlah Nadia, mukanya mensiratkan sedikit rasa bersalah, lalu berkata

“Fian ini aku Nadia.” Saat itu juga Fian berusaha menghentikan tangisnya, sambil berkata dengan suara parau “Ada apa?.”
Nadia menjawab “Ternyata aku salah menilaimu, puisi yang kamu tinggalkan di taman tadi begitu menyentuh hatiku, kini kamu bisa…….. memiliki hatiku Fian .” Terasa seperti dunia berhenti berputar, Fian tertegun mendengar kata – kata yang berasal dari mulut Nadia tadi, seketika dia membalikkan tubuhnya dan ….

                                                                                                                                                                      Bersambung ..

0 komentar: